Agama dan Kemakmuran

Oleh : Yudi Latif

Saudaraku, di tengah gelombang pasang militansi agama, terlintas pertanyaan reflektif, bagaimana pengaruh gairah keagamaan itu bagi perkembangan ekonomi-politik?

Untuk memperoleh insight bisa dibaca buku “The Wealth of Religions: the political economy of believing and belonging”, karya dua akademisi dari Harvard University, Rachel M. Mc Cleany & Robert J. Barro (2019).

Buku ini melihat hubungan kausalitas antara efek agama thd ekonomi-politik dan efek ekonomi-politik thd agama. Pada arus pertama, konsepsi agama tentang ganjaran, hukuman, kehidupan akhirat, bisa memberi motivasi yg kuat bagi perilaku pemeluknya. Motivasi berbasis keyakinan itu jadi fondasi bagi pembentukan kepribadian spt etika kerja, disiplin, kejujuran, kebersahajaan. Bila kepribadian ini bertaut dgn modal sosial dr pelayanan agama dan tradisi baca kitab suci yg mendorong tingkat literasi dan pendidikan, maka meningkatnya keyakinan keagamaan berdampak positif bagi perkembangan ekonomi-politik.

Hanya saja keyakinan keagamaan ini perlu didukung oleh kerangka institusional. Tingginya keyakinan keagamaan di dunia muslim tdk didukung oleh transformasi institusional. Ketika dunia barat dan Asia Timur memasuki revolusi industri beserta kebaharuan institusi sosial-ekonomi baru, dunia Islam malah terkungkung dlm obsesi stabilitas yg menghindari keterbukaan dan pemikiran kritis. Akibatnya, tak siap merumuskan institusi legal dan regulasi, kredit, asuransi dan kontrak, serta pengembangan struktur korporasi yg dpt menopang industrialisasi.

Pada arus lain, perkembangan ekonomi-politik jg memengaruhi tingkat keagaamaan. Secara umum, semakin kaya suatu negara (diukur oleh tk GDP dan urbanisasi), tingkat keagamaannya cenderung menurun; meski ada perkeculian bagi beberapa negara, krn konteks khusus dari watak sekularisasi dan religiositasnya.

Yang hrs diwaspadai, meningkatnya tk pendidikan dlm kemunduran perekonomian, akan melahirkan under-utilized human capital. Org terdidik, dgn ekspektasi mobilitas vertikal, mendapati peluang usaha dan kerja yg menyempit, bisa berpaling pd kelompok2 militan sbg sumber keyakinan, identitas diri, dan jaminan sosial.