Komisi II DPR yang membidangi urusan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mencatat jumlah honorer di bidang tenaga teknis sangat banyak di Indonesia.
Terkait hal itu, Komisi II DPR siap mengawal serius komitmen Pemerintah mengenai pengangkatan pegawai honorer menjadi PPPK atau ASN.
Anggota DPR RI Komisi II Mardani Alisera menginatkan pemerintah agar tidak menganggap enteng terkait masalah honorer.
“Pemerintah jangan anggap enteng karena tenaga honorer sangat banyak. Bahkan terdapat di seluruh lembaga dan kementerian hingga di tingkat pemerintah daerah.
Jika dikatakan jumlah honorer tenaga teknis tidak banyak, salah sekali. Karena hampir di setiap kementerian, lembaga bahkan di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) juga ada.
Jadi tidak boleh dianggap enteng para tenaga teknis ini,” tegas Mardani dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Senin (17/07/2023).
Ditambahkannya, Mardani juga mengingatkan kebijakan kenaikan pangkat 6 (enam) kali dalam setahun bagi ASN, di saat banyak pegawai honorer yang nasibnya belum jelas akan membuat persepsi negatif di masyarakat. Apalagi, ungkap Mardani, belakangan banyak muncul masalah yang melibatkan ASN.
“Jangan sampai tercipta persepsi bahwa mudah sekali orang naik jabatan. Jadi kenaikan jabatan adalah bentuk apresiasi yang harus disertai dengan kualitas dan profesionalitas,” tandas Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera tersebut.
Oleh sebab itu, Mardani meminta KemenPAN-RB untuk memperkuat pengawasan dan meningkatkan kualitas sistem evaluasi kinerja pegawai ASN seiring dengan berlakunya kenaikan pangkat sebanyak 6 (enam) kali per tahun mulai tahun 2023
“DPR RI akan mengawal pemberlakuan kebijakan ini dan akan meminta Pemerintah mengevaluasi kembali pemberlakuan kebijakan kenaikan pangkat ini jika tidak secara signifikan meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat,” jelas Mardani.
Instrumen penilaian disebut akan penting untuk mengukur secara mendalam dan detail setiap kinerja dari ASN. Selain itu, transparansi hasil penilaian penting dilakukan sehingga masing-masing pegawai dapat memeriksa kinerja mereka.
“Jika ada yang diberlakukan tidak adil, karena yang seharusnya mereka dapat, malah diberikan ke orang lain maka akan terjadi demotivasi. Artinya kebijakan kenaikan pangkat menjadi tidak efektif,” tutupnya.