Mbah Wahab dan Soekarno Bagaikan Api dan Asap

Sebagai kiai yang ahli dalam bidang politik. KH. Abdul Wahab Chasbullah sangat dekat dengan Presiden Soekarno.

Bukan sekedar untuk kepentingan politik kekuakasaan akan tetapi karena keduanya memiliki kesamaan visi besar yakni tentang keumatan maupun kebangsaan. pemikiran Ir.Soekarno dalam membangun nilai nasionalisme dengan cara menyatukan segala unsur yang ada di Indonesia (Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme).

Sedangkan KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam pemikirannya untuk memberikan pengajaran penanaman nasionalisme melalui sebuah gerakan dan organisasi, yaitu Tashwirul afkar, Nahdlatul Tujar, Nahdlatul Wathon, Nahdlatul Ulama. Ela Rosyida “Komparasi Perspektif Ir Sukarno dan KH. Wahab Hasbullah” dalam Jurnal ASWALALITA halaman 89.

Masih ingat dengan sejarah diplomasi cancut taliwondo? Istilah yang dirumuskan oleh KH Wahab Hasbullah menjadi konsep politik kontemporer yang disampaikan pada Bung Karno saat mengalami kesulitan dalam melaksanakan program Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat.

Masih ingatkah ketika Mbah Wahab menggunakan landasakan fikih untuk memberikan gelar Waliyul Amri Dharuri Bissyaukah pada Soekarno dalam sidang parlemen, 29 Maret 1954?. (Choirul Anam, Pertumbuhan dan Perkembangan NU, 2010).

Lewat kepiawaian yang dilakukan Mbah Wahab, hingga kini NU tetap disegani sejumlah kalangan.

Ketika banyak negara masih gamang membincang Islam dan nasionalisme, pembahasan ini telah tuntas pada Muktamar NU tahun 1936 di Banjarmasin.

Dalam proses perjalanan merebut kemerdekaan hingga mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Mbah Wahab dan Soekarno bagaikan api dan asap yang tidak bisa dipisahkan. Mbah Wahab adalah penggerak NU sedangkan bung Karno adalah Kepala Pemerintahan, dua kolaborasi epic yang tercatat dalam sejarah “Nasionalisme berrsendi Agama”.

Kiai Wahab pernah mengatakan dalam pidatonya “Soekarno tanpa NO (Nahdlatoel Oelama) akan menjadi sukar (susah) menjalankan program politiknya, demikian juga Bung Karno tanpa NO (NU) akan menjadi bongkar (didongkel orang”.Dalam buku “Soekarno dan NU:Titik temu Nasionalisme “ oleh Zainal Abidin Amir dan Imam Anshori Saleh hal 108.

KH. Wahab Hasbullah adalah panglimanya para kiai. Beliau selalu powerfull dalam menyusun kekuatan yang berasal dari berbagai elemen. Baik itu kekuatan politik, fisik, rohani bahkan juga militer.

Dalam praktiknya, KH. Wahab Hasbullah di mana pun sering menyebar ijazah berupa hizib, doa, maupun wirid kepada seluruh warga NU juga kepada siapa saja yang membutuhkan. Belum cukup dengan itu, Mbah Wahab juga menyiapkan pasukan militer berlapis. Semua itu dilakukan demi membantu kesatuan dan kemerdekaan Republik Indonesia.

Posisioning dan kontribusi NU dalam mengawal pemerintahan tidak bisa didemontrasikan hanya melalui flyer-flyer media sosial saja, apalagi hanya memanfaatkan coattail effeck dari mbah buyutnya masing-masing tanpa ada pembaharuan yang kongkrit.

Selamat merayakan satu Abad NU. Semoga cerita indah antara Mbah Wahab dan Soekarno, antara agama dan nasionalisme dapat diputar ulang di episode 100 tahun kedepan.

Oleh: Ahmad Safarudin (Pengurus PB PMII dan Aktivis NU DKI)